Pembangkit Listrik Tenaga Lalat

Sekarang kita tidak usah khawatir akan keluhan tentang banyaknya lalat dirumah, karena hal ini telah terjawab oleh solusi yang diciptakan oleh: James Auger, seorang mahasiswa design dan Chris Melhuish, peneliti dari Birstol Robotics Laboratory, Inggris berhasil menciptakan jam dinding, lampu, dan robot yang berbeda dengan robot pada umumnya.

Tidak menggunakan listrik, baterai, atau pembangkit listrik tenaga surya, perangkat-perangkat tersebut mendapatkan energi dari serangga, khususnya lalat.

Auger menyebutkan, ia mendapatkan ide tersebut saat mengamati bagaimana tumbuhan mampu mendapatkan energi dan bertahan hidup dengan mengonsumsi serangga yang hinggap.

Menggunakan teknologi yang disebut dengan microbial fuel cell, peneliti memanfaatkan bakteri dan makanan (bangkai serangga yang ditangkap).

Setelah bakteri mengonsumsi makanannya, peneliti mengambil elektron yang ada di dalam bakteri tersebut dan dijadikan listrik. Listrik inilah yang menjadi sumber energi bagi robot, jam, ataupun lampu yang bersangkutan.

Sebagai gambaran, 8 bangkai lalat bisa memasok listrik untuk beroperasi selama 12 hari.


Sumber: VIVAnews
Read More......

Metanolisis Ubah Limbah Pabrik Sawit Jadi Biodiesel


Proses metanolisis menggunakan katalis asam dan basa mampu mengubah limbah pabrik minyak goreng sawit menjadi biodiesel sesuai standar spesifikasi solar Pertamina.

Limbah atau hasil samping dari pabrik minyak goreng sawit yaitu "Palm Fatty Acid Distillate" (PFAD) atau biasa disebut Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) selama ini belum dimanfaatkan, kata Kepala Balai Besar Teknologi Energi BPPT Dr Soni Solistia Wirawan di Jakarta, Jumat.

Nilai ekonomi PFAD yang rendah ini, menurut dia, bisa ditingkatkan menjadi sumber bahan bakar nabati pengganti solar yakni biodiesel (metil ester) apalagi saat ini harga minyak dunia terus melonjak mendekati 100 dolar AS per barel.

Proses pembuatannya menggunakan proses metanolisis dua tahap yaitu proses esterifikasi dengan katalis asam H2SO4 dan proses transesterifikasi dengan katalis basa yaitu NaOH serta serangkaian proses pencucian dengan air panas secara bertingkat, ujarnya.

Soni menjelaskan PFAD tersusun atas asam lemak bebas yang tinggi, sisa dari pengolahan minyak sawit mentah (CPO) dari pabrik minyak goreng, dengan susunan kimia yakni asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat.

Bentuknya yang padat pada suhu ruangan, ujarnya, menyulitkan pemanfaatannya sebagai biodiesel dengan cara konvensional.

Balai Besar Teknologi Energi telah melakukan riset untuk pemanfaatan limbah ini menjadi biodiesel dengan optimasi proses, perbandingan pereaksi dan katalis kemudian melakukan pembuatan biodiesel dari PFAD pada skala laboratorium hingga menguji karakteristiknya dan memaparkannya dalam tabel.

Katalis asam H2SO4 dipilih karena harganya lebih murah, memiliki reaktivitas yang baik, mudah dicuci, dan memiliki tingkat korosivitas yang rendah sedangkan katalis basa dipilih NaOH karena murah, tersedia dalam padatan, mudah larut dalam metanol dan air serta memiliki reaktivitas yang baik.

Dengan proses ini diperoleh biodiesel yang mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi serta berbentuk padat dengan kualitas yang memenuhi standar dan aman bagi mesin diesel, ujarnya.

Proses yang diteliti bersama sejumlah kolega peneliti tersebut sudah dipatenkan dan sudah dikembangkan menjadi pabrik biodiesel dengan kapasitas 100 ton biodiesel per hari, katanya.



Sumber: ANTARA
Read More......

Jet Siluman China Sulut Perlombaan Senjata Dunia


Uji terbang jet tempur siluman J-20 oleh China pada 11 Januari telah menyita perhatian banyak pihak, terutama karena itu terjadi di saat kunjungan Menteri Pertahanan AS Robert Gates ke China.

Peluncuran jet siluman China itu mengundang banyak pertanyaan, dan jawabnya kompleks.

Para analis militer sebenarnya telah lama mengetahui bahwa China mengembangkan sebuah pesawat tempur sekelas pesawat tempur siluman F-22 Raptor milik AS.

Namun mereka tidak pernah menyangka bakal menyaksikan penampilan terbaru jet siluman China ini Desember, lapor Aviation Week and Space Technology.

Sejumlah uji kecepatan pesawat itu di darat dalam mana roda depannya berhasil terangkat dari tanah, diteruskan oleh uji terbang pertamanya ke angkasa.

China telah meluncurkan video jet baru itu saat masih di darat, tinggal landas, dan mendarat di Chengdu.

Mengutip seorang analis Hongkong, New York Times melapokan bahwa pesawat tempur tersebut terbang sekitar 15 menit di atas pangkalan udara.

Dilengkapi dua sirip sayap berbeda seperti juga dipunyai F-22, jelas sudah pesawat ini memang diunjukkan sebagai wahana perang siluman.

The Times juga melaporkan bahwa pesawat ini mampu membawa banyak misil dan dapat terbang jarak jauh setelah lebih dulu melakukan pengisian bahan bakar di udara.

Demonstrasi terbang pesawat ini mengkhawatirkan sejumlah analis karena inilah kali pertama F-22 mendapat tantangan. F-22 sendiri menduduki peringkat atas dalam jajaran angkatan udara AS.

"Kita sudah terbiasa berada di dunia di mana angkatan udara kita dominan," kata analis Rand Corporation Roger Cliff kepada Newsweek. "Namun dominasi itu kini dipertanyakan."

Sekali J-20 dipergelarkan, dalam skenario itu, maka wahana-wahana perang udara top AS akan kehilangan keunggilannya dari pesawat-pesawat silumen yang mereka miliki. Intinya, mereka kini tidak lagi menguasai angkasa.

"Tidak secepat itu," sergah Aviation Week.

Radar baru lebih bertenaga yang menggunakan larik penskala yang secara elektronis aktif, bisa menjejak target-target siluman, dan dengan cepat menyesuikan diri dengan teknologi siluman.

"Antisiluman akan mengubah semua desain pesawat siluman," kata majalah itu seraya menyebutkan AS mungkin sudah memiliki radar yang bisa melacak pesawat siluman.

Lebih dari itu, penyempurnaan teknologi pesawat siluman itu memerlukan waktu.

AS sendiri memulai program F-22 pada 1980an.

Sekilas, tampak siluman dari jet China itu seperti tambal sulam, kata analis Grup Teal Richard Aboulafia kepada Wall Street Journal.

Dia berpendapat bahwa China boleh saja menggelarkan pesawat tempur baru di dekade ini, namun teknologi militer AS tetap lebih baik.

Kalimat ini provokatif dan ini biasanya dilontarkan pada era perlombaan senjata, demikian Science Daily (21/1).


Sumber: ANTARA
Read More......